Pertama, cara waris, dimana harta peninggalan hanya diberikan kepada ashabul furudl,
yaitu pihak keluarga yang memiliki bagian tertentu dalam sistem waris
dan tidak terhalang oleh keberadaan ahli waris yang lain.
Kedua, cara wasiat. Dimana semasa
hidupnya almarhum berwasiat akan memberikan bagian hartanya kepada
orang-orang tertentu, yaitu diberikan kepada orang tua atau kerabat-kerabat yang karena satu atau beberapa sebab tidak mendapat warisan.
Disebutkan dalam Al Baqarah: 180, “Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak
dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertakwa.”
Dari pengantar ini maka jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Saya tidak tahu bagaimana bunyi wasiat yang dimaksud.
a. Seandainya dalam wasiat itu
disebutkan bahwa apa yang diberikan oleh perusahaan hanya untuk saudara
yang tersebut namanya dalam wasiat itu, maka wasiat hanya untuk saudara
yang tersebut dalam wasiat. Dan jumlah harta wasiat tidak lebih dari
sepertiga keseluruhan harta almarhum.
Contoh: Bila pemberian perusahaan
sebesar Rp. 50.000.000,- sementara tabungan almarhum ditambah dengan
kekayaan lainnya senilai Rp. 25.000.000,- maka keseluruhan harta yang
ditinggalkan (ditambah dengan pemberian perusahaan) adalah Rp.
75.000.000,-. Karena maksimal wasiat adalah sepertiga harta, maka yang
boleh diberikan kepada saudara penerima wasiat hanya Rp. 25.000.000,-
dan sisanya dibagi secara waris. Kecuali bila ahli waris yang lain
mengizinkan keseluruhan Rp. 50.000.000,- itu untuk penerima wasiat.
b. Jika dalam wasiat disebutkan nama saudara yang hanya bertindak sebagai wakil dari keluarga
untuk menerima pemberian perusahaan, maka santunan yang diterima dari
perusahaan tidak diperuntukkan kepada saudara yang menerima, tapi
sebagai harta waris yang dibagi berdasar hukum waris.
2. Cara pembagian harta yang ditinggalkan adalah sebagai berikut:
Pertama, dikumpulkan terlebih dahulu harta dan aset yang ditinggalkan oleh almarhum.
Kedua, ditunaikan hutang-hutang yang ditinggalkan oleh almarhum.
Ketiga, ditunaikan wasiat almarhum. Jika wasiat yang
dimaksud adalah poin (1-a), maka diberikan kepada saudara. Dan jika
wasiat yang dimaksud adalah poin (1-b) maka pemberian perusahaan
digabung dengan harta dan aset waris yang lain.
Keempat, dilakukan pembagian waris dengan ketentuan sebagai berikut:
- Seluruh saudara kandung, laki-laki
maupun perempuan, tidak mendapat hak waris. Mereka terhalangi oleh
keberadaan ayah. Jadi keberadaan ayah menggugurkan hak waris saudara
kandung.
- Ayah mewarisi seluruh harta peninggalan almarhum. Kedudukan beliau sebagai ashabah (penerima sisa). Karena almarhum tidak memiliki anak dan tidak memiliki istri/suami, maka ayah menerima keseluruhan harta waris.
3. Ibu tiri dari almarhum tidak mendapat waris. Dalam Islam yang mendapat hanya ibu kandung.
Adapun
saudara tiri (lain ibu tapi seayah), dalam kasus ini tidak mendapat
warisan sebab almarhum masih memiliki ayah. Dan keberadaan ayah
menghalangi saudara tiri (seayah) dari hak waris, sebagaimana juga
menghalangi saudara kandung.
Source :
Ust. Ahmad Djalaludin, LC, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar